Monday, October 1, 2012

Dalam Agama yang Ada adalah Forum Sharing

Tingkat pemahaman setiap orang jelas berbeda. Dan pemahaman tersebut akan berkembang terus mengikuti evolusi pemikirannya. Tidak ada satu orangpun yang berhak memaksakan pandangannya terhadap orang lain dan meng-klaim dirinya benar atas apa yang telah dipahaminya.

Demikian juga dengan tafsir agama.

Banyak bermunculan ahli tafsir yang menjadi rujukan masyarakat untuk menafsirkan sesuatu tentang agama. Namun semakin banyak orang yang merujuk padanya, akhirnya ego tersentuh dan melambung sehingga ia meyakini bahwa tafsirannya adalah tafsir yang paling benar.

Politisasi tentang ilmu tafsir yang dibuat rumit hanya bertujuan menciptakan birokrasi tafsir yang ujung-ujungnya adalah otoritasi tafsir oleh sekelompok orang untuk keperluan kepentingan politik kelompok.
Semua agama, tentu saja mengarah kepada kebaikan, ketentraman, kedamaian, dan cinta. Agama mana yang tidak mengajarkan hal-hal diatas? Justru karena ego tafsir masing-masing yang menyebabkan gesekan-gesekan untuk tidak setuju bahkan menyalahkan dan tindakan menghakimi tentang kesalahan yang dianggap ada.

Kerdilnya pemikiran seseorang dalam bicara masalah agama adalah, tidak mau melepaskan keyakinan agamanya untuk melihat sudut pandang baru saat itu untuk memahami mengapa pemikiran baru tersebut dilontarkan oleh orang lain dari sudut pandangnya.
Kemudian yang terjadi adalah tersulutnya ego untuk mempertahankan keyakinannya yang secara implicit mengatakan bahwa, ‘jangan usik aku siapa tahu aku salah!’

Seorang yang dikatakan ahli tafsirpun, ia hanya sharing atau berbagi tentang pandangan-pandangannya tentang agama. Ia tidak memegang otoritasi kebenaran atasnya.
Pemahaman tentang sharing atau berbagi ini yang sering tidak dipahami dalam interaksi agama sehingga yang muncul adalah perdebatan argumentasi atas apa yang diyakininya. Yang satu mencari kelemahan argumentasi yang lain, yang satu mencari rujukan untuk argumentasinya, yang satu ingin menyatakan kebenaran keyakinannya.

Dalam sharing , yang ada adalah berbagi pengalaman atas penghayatan agamanya. Berbagi pengalaman atas pemahaman suatu ayat, pemahaman atas tata cara ibadah, pemahaman atas unsur-unsur spiritualitas agama. Dalam sharing tidak ada unsur yang satu lebih tinggi dari yang lain, tidak ada unsur yang satu lebih benar dari yang lain, dan tidak ada unsur yang satu mengajari yang lain.
Ia hanya berbagi atas apa yang ia alami selama memahami dan menjalani agamanya.
Kemudian kegiatan sharing yang terdiri dari beberapa orang yang saling berbagi dan saling bercerita tentang pemahamannya tanpa penghakiman tentang benar dan salah. Bila ada yang dirasa lebih dari yang satu, yang satu akan mengambil pelajaran darinya. Dan bila dirasa ada yang belum diketahui tentang sebuah pemahaman, maka ia akan mengambil pelajaran pula darinya.

Karena pada dasarnya, pemahaman seseorang adalah miliknya saat itu, sesuai dengan pemahamannya saat itu.
Segala bentuk pertengkaran dan saling menyalahkan atau mengkafirkan yang lain, adalah langkah ego yang ingin mempertahankan keyakinannya karena ia merasa bahwa ia lebih benar dan lebih pintar dari yang lainnya.

Ajaran agama tidak akan merusak satu sama lain, namun terusiknya pikiran untuk mempertahankan ego keyakinan itulah yang menjadi sumber kerusakan !

No comments:

Post a Comment