Kesadaran bukanlah tentang benar dan salah, bukan
pula tentang baik dan buruk. Banyak yang bertanya kepada saya, semakin
mereka mempelajari sesuatu, semakin mereka bingung memilah mana yang
benar dan mana yang salah.
Benar menurut siapa, dan salah menurut siapa ? Benar
atau salah menurut satu paham, belum tentu menjadi benar atau salah
menurut paham yang lainnya. Begitu pula baik dan buruk.
‘Membunuh’ apapun cara dan alasannya bila
dilakukan di medan perang akan menjadi sesuatu yang baik dan benar.
Namun bila dilakukan pada tetangga dan dalam keseharian anda, tentu saja
akan menjadi hal yang buruk dan salah.
Kesadaran memang bukan masalah benar, salah, baik, atau buruk.
Benar, salah, baik, atau buruk, adalah tentang hasil representasi seseorang terhadap peristiwa yang ia tangkap. Dan hasil tersebut sangat dipengaruhi oleh sebuah belief system didalam dirinya. Ia besar di lingkungan apa, melalui agama apa, berbudaya apa, pendidikan, dan juga keluarga.
Saya mencontohkan kembali tentang ‘membunuh’
· Seseorang
membunuh orang yang datang kerumahnya dengan kesadaran penuh karena
orang tersebut mengancam dirinya dan ia sadar apabila ia tidak membela
dirinya dengan membunuh orang tersebut, maka ia lah yang akan terbunuh.
· Seseorang
membunuh orang yang datang kerumahnya tanpa kesadaran, karena ia hanya
tersinggung egonya dan merasa dipermalukan harga dirinya.
Artinya, memang ada ‘kesadaran’ yang mengawasi
kita. Kesadaran juga bukan logika. Saya bisa dengan sangat logis saat
menulis, dan saya harus menggunakan logika ketika menulis supaya saya
tahu ejaan dan tanda baca yang benar. Namun pada saat menulis, saya bisa
dengan kesadaran ataupun tidak. Artinya dengan kesadaran penuh, maka
saya dituntun untuk menikmati saat-saat menulis dan sadar sepenuhnya apa
yang saya tulis.
Bila saya menulis tanpa kesadaran, saya hanya menuruti ego yang harus saya luapkan dalam bentuk tulisan.
Kita hidup dalam ‘lautan kesadaran’
Kita sedang berenang di dalamnya, dalam kesadaran yang sangat luas di alam raya ini.
Apakah kesadaran mengenal baik, buruk, benar, dan salah?
Kesadaran akan menuntun seseorang untuk bertindak
yang tepat sesuai masa saat ia melakukan tindakan tersebut. Perkara itu
baik atau buruk, benar atau salah, tergantung dari system representasi
dirinya memahami sebuah peristiwa yang hadir dalam hidupnya.
Apakah tindakan ‘memperkosa’ bisa dibenarkan, bila ia meyakini itu benar sesuai belief system dirinya?
Mari kita lihat! Kita tidak memandang dari sisi benar, salah atau baik dan buruk.
Pertanyaannya adalah: Sadarkah tindakan memperkosa
tersebut? Menyadari tindakan memperkosa adalah menyadari semua akibat
yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Bila jawaban dalam diri
pemerkosa adalah, ‘saya nggak peduli masa depannya, saya nggak peduli
siapa dia, yang penting saya puas karena saya sangat ingin saat itu’ –
artinya ia melakukan tanpa kesadaran dirinya. Kesadarannya tidak di
dengarkan pada saat tindakan itu ia putuskan.
Satu lagi,
Seseorang melakukan tindakan penggelapan uang. Apakah ia menggelapkan uang dengan penuh kesadarannya ? Ada dua alasan yang terlihat berbeda, namun kenyataannya sama :
1. Saya menggelapkan uang karena anak saya butuh biaya sekolah
2. Saya menggelapkan uang karena untuk memenuhi tingginya life style saya.
Alasan pertama terlihat melankolis dan terlihat
masih bisa diterima oleh sebagian orang, dan alasan kedua sama sekali
tidak diterima oleh orang manapun. Namun kedua alasan tersebut tetap
menyimpan ego untuk memuaskan dirinya sendiri.
Bila seseorang berkesadaran penuh saat itu, ia akan
sadar dampak dari penggelapan uang. Baik dampak bagi dirinya, instansi
yang digelapkan, kerugian yang ditimbulkan.
Banyak orang yang masih bisa melakukan ‘sebuah pembenaran’
dari tindakannya. Ia kawin lagi karena membenarkan bahwa kawin lagi
adalah dicontohkan juga dalam agamanya dan itu sah. Namun apakah
tindakannya penuh dengan kesadaran? Apakah ia sadar dari semua dampak
yang dilakukannya?
Kesadaran bukanlah pembenaran dari tindakan ego untuk memuaskan diri.
Kesadaran bukan pula soal dosa dan pahala
Kenapa dosa dan pahala ‘harus’ ada ? Karena manusia
belum bisa bertindak dengan kesadarannya. Bila belum, tentu harus
diberikan rambu-rambu tentang hal tersebut. Namun jangan terjebak dengan
dosa dan pahala, karena yang berperan adalah kesadaran.
Apakah berkesadaran adalah hal yang berpahalan? Dan apakah sudah tentu tindakan berkesadaran adalah tindakan yang jauh dari dosa ?
Sekali lagi bahwa kesadaran bukan soal dosa dan pahala. Kesadaran yang mengawasi tindakan untuk bertindak ‘tepat’ pada saat itu.
Orang yang penuh kesadaran, dalam setiap
tindakan, akan menyadari sepenuhnya tentang akibat-akibat yang
ditimbulkan dari tindakannya saat itu. Ia menyadari penuh adanya
aksi-reaksi di alam semesta, dan ia akan memilih tindakan yang tidak
merugikan orang lain, tidak menyakitkan orang lain, bahkan bermanfaat
dan berdaya guna bagi sesama.
Melatih kesadaran adalah melatih setiap
tindakan yang kita lakukan. Dari menyadari saat kita berjalan,
berbicara, makan, memutuskan sesuatu. Apakah dampaknya semua tindakan
itu, saat itu? Bila tindakan itu merugikan orang lain, menyakitkan orang
lain, apakah keputusan kita saat itu? Apakah kita akan terus
melakukannya karena ‘pembenaran’ dan ego pribadi ?
Saat itu, siapa yang menguasai kita? Perasaan kita, pikiran logis kita, ego yang mau dipuaskan, ataukah kesadaran ?
No comments:
Post a Comment