Tuhan tidak pernah menjanjikan jika hidup akan mudah, tetapi Dia berjanji bahwa Dia akan selalu menyertai kita.
Saya tidak membicarakan tentang Tuhan. Tuhan itu
apa, siapa tuhan, bagaimana sifat Tuhan, saya tidak sedang
membicarakannya. Karena bagi saya Tuhan melampaui segala macam sifat
yang ada, dan ke-Maha Besaran Tuhan tidak terukur dengan apapun. Untuk
itu bila kita membicarakan Tuhan dalam kerangka kalimat dan bahasa, maka
Tuhan akan kita kecilkan dalam kerangka kalimat dan bahasa tersebut.
Saya sedang ‘merenungi’ tentang terminologi janji.
Apa sih janji itu? Mengapa harus ada janji? Kapan janji diadakan?
Janji adalah sebuah ikrar akan sebuah ikatan tentang harapan. Mengapa harus ada janji? Karena adanya pihak yang tidak percaya sehingga harus diyakinkan atau diikat dengan janji. Kapan janji diadakan? Janji diadakan pada awal kedua belah pihak mengikat untuk mencapai sebuah harapan yang dijanjikan.
Secara terminology linguistic janji adalah ikrar
yang harus dipenuhi. Seseorang yang berjanji ia harus memenuhi janjinya
untuk diwujudkan. Siapapun yang mengucapkan janji ia telah mengikatkan
diri kepada sebuah keharusan untuk memenuhi janji tersebut.
Dalam hal ini, apabila Tuhan berjanji, apakah kita
akan menempatkan Tuhan sebagai sebuah entitas yang harus memenuhinya?
Bagaimanapun juga kalimat janji akan terhubung dengan pemenuhan. Janji
dan memenuhi janji adalah sebuah kesatuan.
Bila kita secara implicit
mengharuskan Tuhan memenuhi janjinya, maka kita merendahkan Tuhan dari
sifatnya yang Maha Besar dan Maha segala-galanya. Bila kita sudah
mempercayai bahwa Tuhan Maha Besar dan Maha segala-galanya dan ternyata
Tuhan tidak memenuhi Janjinya ya terserah Tuhan.
Kalimat saya yang mengatakan bahwa Tuhan tidak
berjanji adalah menempatkan Tuhan dalam sifatnya yang Maha Besar dan
Maha segala-galanya. Kenapa Tuhan harus berjanji? Mengapa Tuhan harus
ber-ikrar kepada manusia? Apakah karena Tuhan takut ditinggalkan oleh
manusia bila ia tidak mengucap janji yang mengikat harapan manusia ?
Seharusnya, manusialah yang berjanji kepada
Tuhan, bukan sebaliknya. Manusialah yang ber-ikrar tentang harapan yang
akan dicapainya.
Dan sepanjang pengetahuan saya, tidak ada kalimat
terbuka yang menyatakan bahwa Tuhan berjanji. Semua kalimat yang
dianggap sebagai janji Tuhan dikatakan lewat orang kedua. Artinya ada
persepsi tentang janji Tuhan ini.
Disini kita harus membedakan secara linguistic antara Janji dan ketetapan.
Janji bukanlah ketetapan. Tuhan tidak berjanji,
bahkan tidak pernah berjanji. Namun Tuhan telah menggoreskan
ketetapannya. Ketetapan Tuhan inilah yang sekarang dikenal dengan law of universe atau hukum alam semesta.
Apa itu hukum alam semesta atau hukum Tuhan atau
ketetapan Tuhan? Contohnya adalah perbuatan baik mendapat hasil baik,
perbuatan buruk mendapat hasil buruk. Ini bukan janji, namun ketetapan.
Pikiran positif akan menarik hal-hal yang positif.
Orang yang selalu berbuat baik akan ditempatkan ditempat yang baik. Ini
juga merupakan ketetapan Tuhan.
Tuhan tidak pernah berjanji, namun ia telah
menetapkan hukum yang rapi di alam semesta ini. Bila ada yang tanya,
“apakah anda tidak percaya dengan janji Tuhan ?”
Saya jawab bahwa saya tidak memahami bila Tuhan
Berjanji, karena bila saya percaya bahwa Tuhan berjanji maka saya telah
merendahkan Tuhan dari sifat-sifatnya yang Maha Besar. Saya memahami
bahwa Tuhan telah menetapkan aturan di alam semesta ini, dan aturan itu
bukanlah janji Tuhan melainkan ketetapannya. Kita mengenalnya sebagai law of universe atau hukum-hukum alam semesta.
Manusia punya free will
atau kehendak bebas untuk mematuhi aturan semesta itu atau tidak. Semua
aturan semesta itu ada bukan untuk kepentingan Tuhan, namun untuk
manusia itu sendiri.
Apakah Tuhan Berjanji? Tuhan tidak pernah
berjanji, namun Tuhan telah menetapkan ketetapannya tentang hukum-hukum
alam semesta yang sangat rapi di alam raya ini.